Book
Published
Menyingkap Wajah Shi'ah 12 Imam dari kelahiran hingga perkembangannya di Indonesia
Abstract
Shī’ah merupakan salah satu kelompok Islam yang masih
eksis hingga kini, dan bahkan menempati urutan kedua terbesar
setelah Ahlu as-Sunnah wa al-Jamā’ah. Menurut berbagai sumber,
jumlah pengikut Shī’ah saat ini mencapai lebih dari seratus juta
pengikut yang tersebar di seluruh dunia, terutama di Negara
Iran, Iraq, Lebanon, Bahrain, Siria, Yaman, Azerbaijan, Qatar,
Saudi Arabia, Afghanistan, Pakistan, Siria bahkan menyebar ke
berbagai belahan dunia termasuk Asia. Juga, tidak ketinggalan
Indonesia.
Di Iran, dimana penganut madzhab Shī’ah merupakan
mayoritas, berhasil mendirikan negara bermadzhab resmi
Shī’ah Imāmiyah Itsnā Asyariyah (Shī’ah Dua Belas Imam), pascakeberhasilan revolusi yang dipimpin oleh Al-Khumaini tahun
1979. Mengulang keberhasilan yang pernah diukir oleh Dinasti
Shafaweyah ( ).
Di Iraq warga Shī’ah dan Sunnah jumlahnya terbilang fftyffty (setengah-setengah). Dengan campur tangan Iran saat ini
mayoritas pusat-pusat kekuasaan dipegang oleh kekuatan Shī’ah.
Di lain sisi terjadi banyak konflik di Iraq yang berakhir dengan
pertumpahan darah.
Adapun di Lebanon, penduduknya terbagi menjadi tiga
kelompok; sepertiga pertama bermadzhab Shī’ah, sepertiga kedua
bermadzhab Sunni, dan sepertiga lainnya beragama Kristen
(Maronit). Setelah bermetamorfosa dari “Amal”, Shī’ah melalui
“Hizbullah” yang memiliki sayap militer, memiliki pengaruh
yang cukup besar di Lebanon.
Iran juga merasa memiliki kepentingan untuk masuk ke Siria.
Dengan bersembunyi di balik alasan keagamaan yaitu menjaga
situs-situs Shī’ah di Siria, Iran dengan berkolaborasi dengan
Hizbullah, mengerahkan dukungan penuh untuk membantu
Basysyar al-Asad melawan oposisi dan kekuatan ISIS, yang juga
masuk ke Siria.
Belakangan, Shī’ah Hutsi yang pada awalnya merupakan salah
satu aliran dalam Shī’ah Zaidiyah -namun telah terkontaminasi
oleh doktrin Shī’ah Dua Belas Imam- secara mengejutkan juga
menguasai Yaman.
Jadi, bisa kita sebut, bahwa era ini adalah era Shī’ah.
Nampaknya hal ini juga mendapatkan restu dari kekuatan
Barat. Statemen ini bukan sekadar omong kosong karena pasca
jatuhnya penguasa-penguasa kuat di negara Arab, seperti
Saddam Husen, secara gampang sekali Shī’ah menguasai pusatpusat kekuasaan tanpa ada resistensi dari dunia Barat. Kekuatan
Ahli Sunnah yang terlihat babak belur melawan invasi Amerika
ke Irak, menjadi termaginalkan. Campur tangan Iran di Siria
juga tidak mendapatkan resistensi berarti dari Barat. Demikian
pula dengan kudeta yang dilakukan oleh Hutsi di Yaman secara
mengejutkan, juga tidak mendapatkan reaksi dan resistensi dari
Barat sedikitpun.
Ambisi kekuatan Shī’ah saat ini untuk menjadi penguasa
dunia Islam, menghancurkan segala upaya-upaya rekonsiliasi
yang banyak dirintis oleh para ulama’ Ahli Sunnah dan Shī’ah.
Karena dengan demikian jargon rekonsiliasi yang selalu
didengung-dengungkan hanya menjadi isapan jempol belaka.
Semua itu dirontokkan dan dihancurkan oleh ambisi politik
Shī’ah, dengan melanggar semua kesepakatan yang dibuat di
berbagai seminar tentang rekonsiliasi antara Sunnah dan Shī’ah.
Karena itulah, isu Shī’ah saat ini menjadi isu terhangat di dunia
Islam, tidak terkecuali di Indonesia. Masalahnya, jika para ulama’
sepakat bahwa Shī’ah aliran Zaidiyah Moderat dinyatakan tidak
keluar dari garis besar ajaran Islam dan Shī’ah aliran Ismailiyah
Bathiniyah beserta seluruh cabang serta sempalannya dinyatakan
telah keluar dari garis besar ajaran Islam, tidak demikian dengan
Shī’ah aliran Itsnā Asyariah, para Ulama’ masih berselisih pendapat
tentang posisi Shī’ah aliran Itsnā Asyariah yaitu apakah kelompok
ini masih berada dalam koridor Islam atau telah keluar?
Akar perselisihan ini barangkali kembali kepada dua wajah
Shī’ah yang paradok. Di satu sisi masih mengucapkan Lā Ilāha illa
Allāh - Muhammadan Rasulullāh, masih percaya kepada Kenabian
(Muhammad Saw dan Nabi-Nabi lainnya), masih percaya akan
Hari Akhir, masih melaksanakan Shalat, Puasa, Zakat, dan Haji.
Sementara, di sisi lain meyakini hal-hal yang dianggap oleh
para ulama’ telah melanggar garis merah ajaran Islam seperti
pandangan yang ekstrim terhadap Imāmah dan para Imam,
meragukan keotentikan al-Qur’ān, atau mengkafrkan para
Sahabat.
Hal ini menimbulkan banyak kebingungan di kalangan para
pelajar apalagi di kalangan masyarakat awam, serta perdebatan
di kalangan para sarjana yang berimplikasi pada terjadinya
perbedaan dalam menyikapi Shī’ah antara pro dan kontra yang
terus belanjut dan menghangat hingga kini.
Menurut Dr. Yusuf al-Qardlawi, sikap Ahli Sunnah terhadap
Shī’ah terbagi ke dalam tiga golongan:
Pertama: Golongan yang mengkafrkan Shī’ah. Di antara
ulama pendukung pendapat ini adalah: Syeikh Muhibbuddin
al-Khotib, dan Ihsan Ilahi Dzahir. (Termasuk di dalamnya: M.
Malullah, dan hampir seluruh ulama’ Saudi Arabia. Pen.).
Kedua: Orang-orang Sunni yang melihat Shī’ah dari sisi
politik saja, sebagai buah dari revolusi Iran tahun 1979. Dalam
pandangan mereka, Shī’ah adalah kelompok yang heroik karena
berani berdiri vis a vis dengan Amerika Serikat serta vis a vis
dengan Israel lewat Hizbullah. Mereka ini cenderung acuh tak
acuh dan tidak menghiraukan hal-hal yang berkenaan dengan
masalah akidah, ajaran serta prilaku Shī’ah.
Ketiga: Kelompok yang hanya berseberangan dengan Shī’ah
dari sisi keyakinan, pokok-pokok ajaran, dan prilaku serta slogan
yang menjadi ciri khasnya, tidak sampai mengkafrkan Shī’ah
dengan kekafran yang nyata dan besar, kecuali untuk beberapa
permasalahan yang tidak bisa ditakwil dan pelakunya mesti
dihukumi kafr. Posisi kelompok ini tidak mengkafrkan Shī’ah
secara mutlak, namun demikian berbeda pandangan secara tajam
dengan Shī’ah dalam beberapa masalah utama seperti: Sikap
terhadap al-Qur’ān, sikap terhadap al-Sunnah, sikap terhadap
para Sahabat, sikap terhadap klaim wasiat dari Rasulullah untuk
Imam Ali dan keturunannya yang berjumlah 12 (merupakan
pokok ajaran Shī’ah barangsiapa yang menolak dianggap kafr),
sikap terhadap rasa superioritas kelompok Shī’ah atas seluruh
umat Manusia, sikap terhadap penyebaran bid’ah di kalangan
Shī’ah, sikap terhadap distorsi sejarah, sikap terhadap taqiyyah
dan seterusnya.
Di Indonesia, meskipun antara MUI Pusat dan MUI Jawa
Timur belum ada kata sepakat berkaitan dengan sikap terhadap
Shī’ah, namun demikian MUI (Majelis Ulama’ Indonesia) Pusat
telah menetapkan adanya penyimpangan-penyimpangan di
dalam teologi dan ajaran Shī’ah semenjak tahun 1984, dan
MUI Jawa Timur telah menyatakan “Sesat-Menyesatkan” pada
tahun 2012. Sementara, beberapa waktu yang lalu Balitbang
Kementerian Agama menyatakan tidak ada yang salah dengan paham Shī’ah di Sampang1.
Jika Pengurus Wilayah Muhammadiyah dan Pengurus
Wilayah NU Jawa Timur, turut serta menandatangani
Rekomendasi Hasil Silaturrahim Ulama Umara Menyikapi
Berbagai Faham keagamaan di Jatim, yang salah satu butirnya
adalah “Mendukung sepenuhnya Fatwa MUI Jawa Timur tentang
Shī’ah”, maka Pengurus Pusat pada kedua organisasi terbesar
umat Islam di Indonesia itu belum mengambil sikap tegas
terhadap masalah ini.
Kesalahfahaman dalam memahami hakikat Shī’ah dan cara
menyikapinya, sering kali memicu terjadinya konflik internal
antara dua kelompok ini di berbagai belahan dunia dan tak
terkecuali di Indonesia. Konflik ini terkadang berakhir dengan
pertikaian dan pertumpahan darah, di antaranya:
1. Pembakaran Ponpes al-Hadi, Desa Brokah, Wonotunggal, Kab.
Batang Jawa Tengah 14 April 2000. Insiden ini mengakibatkan
3 rumah hancur, 1 mobil dirusak, dan 1 gudang material
bangunan dibakar massa.
2. Demo anti-Shī’ah di Bangil Pasuruan Jawa Timur, yaitu pada
tanggal 24 Desember 2006 sehingga menghancurkan 3 rumah,
1 mushalla, dan 1 mobil milik ketua IJABI setempat. Konflik
juga terjadi di Bondowoso saat kelompok Shī’ah melakukan
ritual doa Kumail, di Ponpes Kiyai Mushawwir.
3. Pada tanggal 9 April 2007, Shī’ah di desa Karang Gayam, Kec.
Omben, Kab. Sampang Madura saat ingin menggelar acara
Maulid Nabi dihadang oleh kelompok Aswaja, sehingga
terjadi bentrok.
4. Pada tanggal 20 April 2007, beberapa organisasi massa Islam dan pesantren di bawah naungan HAMAS berjumlah 2000
orang berencana mendatangi Pesantren YAPI yang diduga
kuat sebagai agen pengkaderan Shī’ah.
5. Pada tanggal 13 Januari 2008, sekitar pukul 20.00, sekitar 200
orang melakukan pembubaran kegiatan kelompok Shī’ah di
Yayasan al-Qurba yang domotori Hasyim Umar di Dusun
Ruek, Kec. Ampenan, Lombok Barat NTB dalam rangka hari
Asyura.
6. Pada tanggal 29 Desember 2011, kelompok Sunni di Sampang
hilang kesabaran dan membakar beberapa fasilitas rumah dan
mushalla pimpinan Tajul Muluk di Desa Karang Gayam, Kec.
Omben, Kab. Sampan Madura.
7. Pada 26 Agustus 2012, konflik horizontal Sunni-Shī’ah
pecah lagi di Omben Sampang dan menyebabkan seorang
meninggal dunia, karena dipicu oleh penghadangan anakanak pengungsi Shī’ah di Sampang yang hendak kembali ke
Pesantren YAPI Bangil yang menjadi pusat pendidikan dan
pengkaderan Shī’ah di Jawa Timur.
Dari sini, tentu umat Islam di Indonesia sangat membutuhkan
buku yang lengkap, ilmiah, dan disajikan dengan popular, yang
dapat menjelaskan hal-hal yang masih ghomidh (belum jelas)
atau membingungkan. Buku itu diharapkan dapat menjawab
beragam pertanyaan di seputar Shī’ah. Sekaligus menjelaskan
apa sikap yang seharusnya diambil dalam menghadapi fenomena
Shī’ah ini.
Buku yang sekarang ada di tangan para pembaca budiman
ini, adalah upaya sederhana penulis ke arah itu. Buku ini secara
runut berusaha mengkaji apa dan siapa sebenarnya Shī’ah
Imāmiyah Itsnā Asyariyah (Dua Belas Imam), bagaimana muncul
dan berkembang secara metamorfosis, apa saja konsepsi yang diyakininya, mana saja yang dianggap menyimpang dari konsesus
umum Ahli Sunnah wa al-Jama’ah dan bagaimana menjawabnya?.
Buku ditutup dengan sebuah kajian tentang rekonsiliasi SunnahShī’ah; mungkinkah dan bagaimana?.
Di buku ini, penulis lampirkan beberapa informasi penting
yang berkaitan dengan perkembangan Shī’ah di Indonesia
antaranya: Fatwa MUI tahun 1984 tentang Faham Shī’ah, Fatwa
MUI Jawa Timur tahun 2012 tentang Kesesatan Ajaran Shī’ah,
dan Keputusan Rapat Kerja Nasional MUI tentang Pedoman
Identifkasi Aliran Sesat, Rekomendasi Hasil Silaturrahim Ulama
Umara Menyikapi berbagai Faham Keagamaan di Jawa Timur
di Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur
tanggal 6 Maret 2012. Dilain sisi penulis juga lampirkan Fatwa
Syeikh Mahmud Syaltuth tentang: Hukum beribadah sesuai
dengan Madzhab Ja’fari dan Risalah Amman (Amman Message),
sebagai pembanding.
Harapan penulis, setelah menelaah buku ini, para pembaca
memiliki wawasan yang menyeluruh tentang aliran yang hingga
kini masih menjadi tanda tanya banyak kalangan. Semoga,
kita lalu bisa memiliki sikap yang dewasa dalam menghadapi
fenomena Shī’ah terutama di Indonesia.
Pada kesempatan ini, saya sampaikan ucapan terima kasih
dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang
telah membantu selesainya buku ini.
Tentunya, ide-ide dalam buku ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu, masukan dan kritik dalam bentuk
apapun sangat saya harapkan. Semua kebenaran yang dimuat di
buku ini datangnya hanya dari Allah, sementara seluruh kesalahan
datang dari saya dan Setan. Hadānallahu wa iyyakum Ajma’in.
Selamat membaca semoga bermanfaat.
Publication Details