Book Section
Published
EPISTEMOLOGI ISLAM Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Pengetahuan dalam Islam
Abstract
Epistemologi dan pandangan hidup, seperti yang akan
dibuktikan nanti, mempunyai kaitan yang sangat erat, sebab
keduanya berada dan bekerja dalam pikiran manusia. Ia bahkan
dapat digambarkan sebagai vicious circle (lingkaran setan) karena
yang satu dapat memengaruhi yang lain. Kepercayaan terhadap
pengetahuan tentang Tuhan, misalnya, membuat pengetahuan
non-empiris menjadi mungkin (possible). Sebaliknya, menafikan
pengetahuan non-empiris berimplikasi pada penolakan terhadap
pengetahuan tentang Tuhan dan tentang hal-hal spiritual lainnya.
Contoh serupa dapat terjadi pada kepercayaan mengenai
sumber pengetahuan tentang moralitas. Percaya bahwa sumber
pengetahuan moralitas hanyalah sebatas subjektivitas manusia
berarti menolak sumber di luar itu,1
termasuk wahyu. Namun,
persoalan bagaimana epistemologi dan pandangan hidup samasama bekerja dalam pikiran manusia memang tidak sesederhana
itu, tapi hubungan antara keduanya dapat didemonstrasikan.
Dalam Islam, epistemologi berkaitan erat dengan struktur
metafisika dasar Islam yang telah terformulasikan sejalan dengan
wahyu, hadis, akal, pengalaman, dan intuisi.2
Ini berarti bahwa
ilmu dalam Islam merupakan produk dari pemahaman (tafaqquh)
terhadap wahyu yang memiliki konsep-konsep universal, permanen (tsawābit) dan dinamis (mutaghayyirāt), pasti (muḥkamāt) dan samarsamar (mutasyābih), yang asasi (uṣūl) dan yang tidak (furū‘). Oleh
sebab itu, pemahaman terhadap wahyu tidak dapat dilihat secara
dikotomis: historis-normatif, tekstual-kontekstual, subjektif-objektif,
dan lain-lain. Wahyu, pertama-tama harus dipahami sebagai realitas
bangunan konsep yang membawa pandangan hidup baru. Realitas
bangunan konsep ini kemudian harus dijelaskan dan ditafsirkan
agar dapat dipergunakan untuk memahami dan menjelaskan
realitas alam semesta dan kehidupan ini. Sebabnya, bangunan
konsep dalam wahyu yang membentuk worldview itu sarat dengan
prinsip-prinsip tentang ilmu, maka epistemologi merupakan bagian
terpenting di dalamnya. Tak heran jika tradisi intelektual dalam
peradaban Islam dapat hidup dan berkembang secara progresif.
Jadi, peradaban Islam itu bermula dari kegiatan tafaqquh terhadap
wahyu yang kemudian berkembang menjadi tradisi intelektual yang
melahirkan berbagai disiplin ilmu pengetahuan dalam Islam, hingga
akhirnya menjadi peradaban yang kokoh. Di situ, pandangan hidup
atau worldview dan epistemologi sama-sama bekerja.
PROSES MUNCULNYA WORLDVIEW DAN ILMU PENGETAHUAN
Sebenarnya, cara seorang individu berproses memiliki
pandangan hidup (worldview) cukup beragam. Dengan keragaman
proses tersebut, berbeda-beda pula bentuk dan sifat worldview yang
dihasilkan. Proses pembentukan worldview hampir tidak berbeda
dengan proses pencarian pengetahuan. Worldview terbentuk dari
adanya akumulasi pengetahuan dalam pikiran seseorang, baik a
priori maupun a posteriori,3
konsep-konsep serta sikap mental yang
dikembangkan oleh seseorang sepanjang hidupnya. Bagi Thomas
F. Wall, akumuluasi pengetahuan yang ia sebut epistemological beliefs itu sangat berpengaruh terhadap pembentukan worldview
kita, tapi yang sangat menentukan terbentuknya worldview
baginya adalah metaphysical belief.
4
Bagi Alparslan, worldview lahir
dari adanya konsep-konsep yang mengkristal menjadi kerangka
pikir (mental framework).5
Hal ini dapat dijelaskan bahwa ilmu
pengetahuan yang diperoleh seseorang itu terdiri dari ide-ide,
kepercayaan, aspirasi, dan lain-lain yang kesemuanya membentuk
suatu totalitas konsep, saling berkaitan dan terorganisasikan
dalam suatu jaringan (network) dalam pikiran kita. Jaringan ini
membentuk struktur berpikir yang koheren dan dapat disebut
suatu keseluruhan yang saling berhubungan “achitectonic whole”.
Keseluruhan konsep yang saling berhubungan inilah yang
membentuk pandangan hidup seseorang.6
Dalam kasus Islam,
seperti yang akan dijelaskan nanti, pengetahuan yang membentuk
totalitas konsep itu berasal dari ajaran Islam.
Secara sosiologis, prasyarat terbentuknya worldview bagi
suatu bangsa atau masyarakat adalah kondisi berpikir (mental
environment), meskipun hal ini belum menjamin timbulnya tradisi
intelektual dan penyebaran ilmu di masyarakat. Untuk itu, bangsa
atau masyarakat memerlukan apa yang disebut scientific conceptual
scheme ‘kerangka konsep keilmuan’, yaitu konsep-konsep keilmuan
yang dikembangkan oleh masyarakat secara ilmiah. Melihat
kedua proses pembentukan dan pengembangan worldview yang
seperti ini, maka worldview dapat dibagi menjadi natural worldview
dan transparent worldview. Yang pertama terbentuk secara alami,
sedangkan yang kedua terbentuk oleh suatu kesadaran berpikir
saja.7
Dalam natural worldview, disseminasi ilmu pengetahuan biasanya terjadi dengan cara-cara ilmiah dalam scientific conceptual
scheme, yaitu suatu mekanisme canggih yang mampu melahirkan
pengetahuan ilmiah dan melahirkan pandangan hidup ilmiah
(scientific worldview).8
Berbeda dari natural worldview, transparent
worldview lahir tidak melalui kerangka konsep keilmuan yang
terbentuk dalam masyarakat, meskipun substansinya tetap
bersifat ilmiah.
Transparent worldview lebih sesuai untuk sebutan bagi
pandangan hidup Islam. Sebabnya, pandangan hidup Islam tidak
bermula dari adanya suatu masyarakat ilmiah yang mempunyai
mekanisme canggih untuk menghasilkan pengetahuan ilmiah.
Pandangan hidup Islam dicanangkan oleh Nabi di Makkah melalui
penyampaian wahyu Allah dengan cara-cara yang khas. Setiap
kali Nabi menerima wahyu berupa ayat-ayat Al-Qur’an, beliau
menjelaskan dan menyebarkannya ke masyarakat. Cara-cara
seperti ini tidak sama dengan cara-cara yang ada pada scientific
worldview. Oleh sebab itu, Alparslan menamakan worldview Islam
sebagai “quasi-scientific worldview”.9
Proses pembentukan pandangan hidup melalui penyebaran
ilmu pengetahuan di atas akan lebih jelas lagi jika kita lihat dari
proses pembentukan elemen-elemen pokok yang merupakan
bagian dari struktur pandangan hidup itu serta fungsi di
dalamnya. Seperti yang dijelaskan di atas bahwa pandangan
hidup dibentuk oleh jaringan berpikir (mental network) berupa
keseluruhan yang saling berhubugan (architectonic whole). Namun,
ia tidak merepresentasikan suatu totalitas konsep dalam pikiran
kita. Ketika akal seseorang menerima pengetahuan, terjadi
proses seleksi yang alami. Pengetahuan tertentu diterima dan
pengetahuan yang lain ditolak. Pengetahuan yang diterima oleh akal kita akan menjadi bagian dari struktur worldview yang kita
miliki. Struktur worldview hampir serupa dengan elemen worldview.
Di sini, terdapat sedikitnya lima bagian penting struktur konsep:
(1) tentang kehidupan, (2) tentang dunia, (3) tentang manusia, (4)
tentang nilai, dan (5) tentang pengetahuan.10
Proses terbentuknya struktur worldview ini bermula dari
pemahaman tentang kehidupan, termasuk cara-cara manusia
menjalani kegiatan kehidupan sehari-hari, sikap-sikap individual
dan sosialnya, dan sebagainya. Struktur konsep tentang
dunia adalah persepsi tentang dunia di mana manusia hidup.
Struktur konsep tentang ilmu pengetahuan adalah merupakan
pengembangan dari struktur dunia (dalam transparent worldview).
Gabungan dari struktur kehidupan, dunia, dan pengetahuan
ini melahirkan struktur nilai, di mana konsep-konsep tentang
moralitas berkembang. Setelah keempat struktur itu terbentuk
dalam pandangan hidup seseorang secara transparent, maka
struktur tentang manusia akan terbentuk secara otomatis.
Meskipun proses akumulasi kelima struktur di atas dalam
pikiran seseorang tidak selalu berurutan seperti disebut di atas,
tapi perlu dicatat bahwa kelima struktur itu pada akhirnya
menjadi suatu kesatuan konsepstual dan berfungsi tidak saja
sebagai kerangka umum (general scheme) dalam memahami segala
sesuatu, termasuk diri kita sendiri, tapi juga mendominasi cara
berpikir kita. Di sini, dalam konteks lahirnya ilmu pengetahuan di
masyarakat, struktur pengetahuan merupakan asas utama dalam
memahami segala sesuatu. Ini berarti bahwa teori atau konsep apapun yang dihasilkan oleh seseorang dengan pandangan hidup
tertentu akan menjadi refleksi dari struktur-struktur di atas.
Teori ini berlaku secara umum pada semua kebudayaan
dan dapat menjadi landasan yang valid dalam menggambarkan
timbul dan berkembangnya pandangan hidup apapun, termasuk
pandangan hidup Islam. Berarti, kegiatan keilmuan apapun baik
dalam kebudayaan Barat, Timur, maupun peradaban Islam dapat
ditelusuri dari pandangan hidup masing-masing.
Kesimpulannya, ilmu dalam Islam lahir dari pandangan
hidup Islam yang diawali oleh adanya tradisi intelektual Islam.
Ilmu dalam Islam bukan diambil dari kebudayaan lain. Sebabnya,
ilmu tidak dapat timbul dan berkembang pada suatu masyarakat
dari hasil impor.11 Artinya, suatu ilmu tidak dapat muncul dengan
secara tiba-tiba dalam suatu masyarakat atau kebudayaan yang
tidak memiliki latar belakang tradisi ilmiah atau tanpa worldview
yang kaya dengan struktur keilmuan. Ilmu asing “diadapsi” bukan
“diadopsi”, itupun sebatas konsep-konsepnya yang dinilai layak
untuk diadapsi. Karena, proses pinjam meminjam antara satu
kebudayaan dengan kebudayaan lain merupakan sesuatu yang
alami. Namun, dalam mengadapsi konsep-konsep dari worldview
dan kebudayaan asing diperlukan proses epistemologis untuk
mengislamkannya. Bahkan, sebenarnya, ketika elemen-elemen
asing itu ditransmisikan ke dalam pandangan hidup Islam, pada
saat yang sama terjadi proses Islamisasi.
Meskipun demikian, posisi konsep pinjaman tidak bisa
menjadi lebih dominan. Dalam kasus filsafat dan sains Islam,
misalnya, posisi konsep pinjaman dari Yunani digambarkan
dengan tepat sekali oleh M. M. Sharif. Baginya, pemikiran Muslim
sebagai kain dan pemikiran Yunani sebagai sulaman (tambahan), “meskipun sulaman itu adalah benang emas, kita hendaknya
tidak menganggap sulaman itu sebagai kain”.12 Ini bermakna
bahwa kita tidak bisa dikatakan menghasilkan suatu disiplin ilmu
jika paradigma, prinsip-prinsip, dan teorinya didominasi oleh
pandangan hidup lain.
Akhirnya, kehadiran buku ini sangat penting untuk
memahami lahir dan berkembangnya epistemologi Islam. Buku
ini sangatlah tepat untuk dijadikan rujukan salah satu mata kuliah
Islamisasi Ilmu Pengetahuan, yaitu Epistemologi Islam. Kami
ucapkan selamat menikmati dan meneguk hikmah dari buku ini.
Publication Details