Suhasyim, Suhasyim (2004) نظرة الإمام أبي حنيفة والإمام الشافعي في ولاية النكاح ) دراسة مقارنة ). S1 Undergraduate thesis, UNIVERSITAS DARUSSALAM GONTOR.
FILE TEXT (Suhasyim - PM - 2004)
Suhasyim - PM - 2004.pdf Exclusive to Registered users only License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives. Download (8MB) |
Abstract
Salah satu tujuan pernikahan adalah membentuk suatu keluarga yang bahagia yang penuh kecintaan dan kasih sayang. Untuk itu diperlukan suatu aturan khusus yang mana didalamnya terdapat beberapa syarat untuk tercapainya pernikahan yang diharapkan. Salah satu syarat sahnya nikah adalah adanya wali. Akan tetapi sebagian ulama masih berselisih pendapat dalam hal apakah wali merupakan syarat sahnya nikah atau bukan. Diantaranya Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i. Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i keduanya merupakan ulama' besar dalam bidang Fiqh. Pendapat-pendapat mereka menjadi landasan hukum bagi sebagian besar kaum muslimin dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang terjadi didalam masyarakat. Adapun tujuan dari pembahasan ini adalah untuk mengetahui pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'I dalam perwalian dalam nikah, dan membandingkan antara keduanya. Dalam membahas permasalahan tersebut dan untuk mencapai tujuan yang dimaksud, digunakanlah metode pengumpulan data-data yaitu metode literatur dan dokumenter, untuk mengetahui sejarah hidup Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i serta pola pikir keduanya mengenai perwalian dalam nikah dan dari data-data yang terkumpul dianalisa dengan menggunakan metode Induktif dalam mengambil kesimpulan tentang pemikiran mengenai perwalian dalam nikah, kemudian metode deduktif untuk mengetahui pengertian, syarat-syarat wali, urutan wali serta seputar permasalahan penolakan wali, dan metode komparatif untuk membandingkan pendapat kedua imam sehingga tampak jelas persamaan dan perbedaan keduanya. Maka dengan ketiga metode tersebut dapat disimpulkan, bahwa mereka berdua berbeda pendapat mengenai hukum wali dalam nikah, Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa wali bukan merupakan syarat sah nikah akan tetapi wali adalah syarat untuk sempurnanya nikah, dan nikah tanpa wali adalah sah, tetapi tidak sempurna, sedangkan menurut Imam Syafi'i wali adalah syarat sah nikah, dan nikah tidak sah tanpa adanya wali. Kemudian keduanya sepakat mengenai syarat-syarat wali, yaitu: islam, dewasa dan berakal. Dan keduanya berselisih dalam al-'adalah (tidak melakukan dosa besar), cerdik dan merdeka. Mengenai pembagian wali mereka juga berselisih bendapat, Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa wali hanyalah wali "mujbir" saja, sendangkan Imam Syafi'i membagi wali menjadi wali "mujbir" dan "ghairu mujbir", Adapun mengenai orang yang berhak menjadi wali, Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa seorang anak berhak menjadi wali dan baginya anak lebih utama daripada bapak. Adapun Imam Syafi'i berpendapat bahwa seorang anak tidak berhak menjadi wali dan baginya bapak lebih utama daripada wali-wali yang lainnya. Keduanya juga sependapat bahwa seorang wali tidak boleh melarang seseorang untuk menikah jika keduanya sudah sepadan. Demikianlah kesimpulan yang dicapai oleh pembahas, tetapi itu semua masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Maka diharapkan kepada pembaca dan peneliti selanjutnya untuk dapat menyempurnakan meneliti yang lebih mendalam. Dan hanya dari Allah-lah inayah serta taufiq, Amin.
Item Type: | Thesis ( S1 Undergraduate ) |
---|---|
Subjects: | 23rd Dewey Decimal Classification > 2X4 - Fikih (Fiqih, Fiqh), Hukum Islam > 2X4 - Fikih (Fiqih, Fiqh), Hukum Islam |
Divisions: | Fakultas Syariah UNIDA Gontor > Perbandingan Mazhab dan Hukum |
Depositing User: | Thoba Qolby |
Date Deposited: | 09 Nov 2024 03:32 |
Last Modified: | 09 Nov 2024 03:32 |
URI: | http://repo.unida.gontor.ac.id/id/eprint/4369 |
Statistics Downloads of this Document
View Item |