Wati, Mukhlisah Ika (2012) حق الولي في إجبار النكاح عند الإمام أبي حنيفة والإمام الشافعي (دراسة مقارنة). S1 Undergraduate thesis, Universitas Darussalam Gontor.

FILE TEXT (Mukhlisah Ika Wati - PM - 2012) Mukhlisah Ika Wati - PM - 2012.pdf - Published Version Exclusive to Registered users only License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives. Download (99MB)

Abstract

Pernikahan merupakan salah satu jalan yang mempunyai peranan penting dalam tercapainya suatu keluarga yang penuh kecintaan dan kasih sayang. Untuk itu pernikahan dengan segala syarat dan rukunnya harus dipenuhi oleh setiap manusia, karena hal itu berarti melaksanakan sunnatullah. Salah satu syarat sahnya nikah adalah adanya wali, dan dalam literatur fiqih wali ijbar merupakan pembagian dari wali nikah. Yaitu wali yang mempunyai hak ijbar atau hak memaksakan sebuah pernikahan pada gadis tersebut. Akan tetapi pemahaman masyarakat dalam memahami hak ijbar wali masih sempit. Hak ijbar yang seharusnya dimaknai sebagai bentuk perlindungan, malah dipahami sebagai alat untuk melegitimasi tindakan orang tua untuk memaksa anaknya untuk menikah dengan pilihannya, tanpa ada persetujuan dari anak itu. Hal ini dikarenakan adanya kesalahan mendasar dalam memahami makna hak ijbar. Demikian sebagian ulama juga berselisih pendapat dalam konsep hak ijbar wali nikah, pembagian wali nikah, dan siapakah yang berhak menjadi wali mujbir. Diantaranya adalah Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i. Keduanya merupakan ulama besar dalam bidang fiqih. Pendapat mereka menjadi landasan hukum bagi sebagian kaum muslimin dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang terjadi dalam masyarakat. Dalam hal ini penulis bermaksud membahas keduanya, khususnya tentang konsep hak ijbar wali nikah dengan cara membandingkan untuk mengetahui persamaan dan perbedaan dalam segi hukum diantara keduanya. Penelitian ini adalah penelitian literatur atau kajian pustaka, Yaitu dengan mengkaji sumber-sumber pustaka untuk mendapatkan buku-buku yang berkaitan dengan penelitian. Dalam membahas permasalahan tersebut dan untuk mencapai tujuan yang dimaksud, digunakan metode pengumpulan data-data yaitu metode litelatur dan dokumenter, untuk mengetahui sejarah hidup Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i serta pola pikir keduanya mengenai wali ijbar, kemudian metode deduktif untuk mengetahui pengertiannya dan berbagai permasalahan dalam hak ijbar wali, dan metode komparatif untuk membandingkan pendapat kedua imam sehingga tampak jelas persamaan dan perbedaan keduanya dalam hak ijbar wali. Maka dengan keempat metode tersebut, dapat disimpulkan, bahwa mereka berdua sepakat dalam hak ijbar wali dalam menikahkan janda dewasa, bahwasanya wali mujbir tidak berhak untuk menikahkan janda dewasa tanpa adanya persetujuan darinya karena ia lebih berhak terhadap dirinya dalam masalah perkawinan. Kemudian keduanya berselisih. pendapat dalam konsep hak ijbar wali nikah, Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa wali mujbir boleh menikahkan anak gadis kecil dan janda kecil dengan pilihannya secara paksa, karena menurutnya sebab adanya ijbar nikah adalah kecilnya, sedangkan menurut Imam syafi'i, wali mujbir boleh menikahkan gadis dewasa, tanpa persetujuannya, karena menurutnya sebab adanya ijbar nikah adalah kedewasaannya. Dan keduanya berbeda pendapat dalam hal wali mujbir, Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa yang berhak menjadi wali mujbir adalah bapak, kakek, dan kerabat lainnya, Sedangkan menurut Imam Syafi'i yang berhak menjadi wali mujbir adalah bapak dan kakek. Demikianlah kesimpulan yang dicapai oleh pembahas, tetapi itu semua masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Maka diharapkan kepada pembaca dan peneliti selanjutnya untuk dapat menyempurnakan dan meneliti lebih mendalam. Dan semoga penelitian ini bermanfaat. Dan hanya dari Allah-lah taufiq serta hidayah, Amin.

View more statistics

View Item