Journal Article
Published
Peran Perempuan dalam Politik menurut Yusuf al-Qardhawi
Abstract
Dewasa ini, keterlibatan perempuan dalam panggung politik sebenarnya bukanlah
hal yang asing di dunia sejak zaman dahulu. Peranan langsung maupun tidak langsung
para perempuan memiliki pengaruh tersendiri. Wacana keterlibatan perempuan dalam
dunia politik dengan memberikan kuota 30%, masih menjadi wacana kontroversi, serta
isu-isu kesetaraan gender lainnya. Yusuf Al-Qardhawi memiliki pandangan dan pendapat tidak sebatas tekstual, melainkan harus diperhatikan pula konteksnya dan menganggap
laki-laki serta perempuan adalah seorang mukallaf, dituntut untuk beribadah kepada
Allah, menegakan agama, melaksanakan kewajiban, melakukan amar ma’ruf nahi munkar,
memiliki hak yang sama untuk memilih dan dipilih. Pandangan al-Qardhawi tentang status
perempuan dalam sistem politik Islam dilihat sepintas nampaknya bertentangan dengan
persyaratan-persyaratan yang ditetapkan ulama salaf. Mereka menetapkan salah satu syarat
untuk menjadi seorang pemimpin adalah seorang laki-laki, artinya perempuan tidak boleh
menjadi pemimpin. Al-Qardhawi membolehkan perempuan menjalankan peran sosial sebagai
hakim dengan beberapa syarat dan ketentuan-ketentuan khusus. Karena menurutnya, posisi
tersebut tidaklah bertentangan dengan kepentingan sosial. Bahkan sebaliknya, kepentingan
sosial justru membutuhkan keterlibatan perempuan. Dengan ini, dapat dikatakan bahwa
fatwa di atas muncul karena adanya pengaruh sosial politik. Dalam hal ini, al-Qardhawi
tergolong moderat. Sedangkan dalam masalah presiden, dewan perwakilan sama sekali
tidak identik dengan kepemimpinan seorang khalifah atau amirul mu’minin yang bersifat
individu melainkan kepemimpinan presiden, dewan perwakilan yang berkembang saat ini
bersifat kolektif tidak bersifat individu.
Publication Details
JournalKalimah: Jurnal Studi Agama-Agama dan Pemikiran Islam
Volume19 (2)
Pagespp. 209-227
ISSN1412-9590
KeywordsPeran, Wanita, Politik, Yusuf al-Qardhawi
Item ID3382
Deposited16 Oct 2024 02:36