Thesis
Published
اجلوزية م قي ابن عند بالسعادة عالقتها و انلفس تزكية الصوفية) (دراسة العقيدة قسم يف املاجستري درجة ىلع للحصول مقدمة رسالة اإلسالمية والفلسفة
Abstract
Jiwa (nafs) adalah ruh, ia esensinya adalah satu namun secara sifat ia terbagi menjadi tiga. Ia memiliki hubungan erat
dengan hati fisik, karena itu berasal dari percikan cahaya ilahi, karenanyaia adalah esensinya manusia. Ia memiliki kemampuan
untuk condong kepada kebaikan atau kejahatan. Kadang ia lembut dan keras, kadang ia senang dan sedih, kadang juga ia sabar
dan gelisah. Ia memiliki kondisi yang berbolak-balik. Oleh karena itu, jelas sekali bahwa jiwa itu diciptakan dengan kekurangan
dan tidak sempurna, tetapi ia akan menjadi sempurna dengan penyucian jiwa (tazkiyatun nafs) dan penyempurnaan akhlak
dengan ilmu serta amal. Karena itu, jika seseorang memegang kendali dirinya dan diarahkan ke jalan kebaikan, ia akan menerima
kebahagiaan jiwa, di mana kebahagiaan yang tertinggi dan terbesarnya adalah “kebahagiaan hati dalam pengetahuan tentang
Tuhan (ma’rifatullah),” akan tetapi jika ia mengikuti hawa nafsunya, ia akan kecewa dan sengsara. Dari permasalahan tersebut
penulis akan berusaha memecahkan bagaimana sebenarnya penyucian jiwa dalam pandangan Ibnu Qayyim al-Jauziyah, serta
hubungannya terhadap kebahagiaan hati.
Penelitian ini termasuk pada penelitian Tasawuf (al-Dirosah al-Sufiyah), dalam kajian kepustakan, yang bertujuan untuk
mengetahui dan memahami penyucian jiwa dan hubungannya dengan hakikat kebahagiaan menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dan
kemudian menganalisa dengan beberapa tokoh sufi. Oleh sebab itu, dalam metodenya penulis menggunakan metode deskriptif-
analisis. Metode deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan bagaimana penyucian jiwa dan kebahagiaan menurut Ibnu Qayyim
al-Jauziyyah, dan metode analisis untuk menganalisa bagaimana penyucian jiwa dan hubungannya dengan kebahagiaan menurut
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, dan apakah penyucian jiwa menurut Ibnu Qayyim sama dengan para tokoh sufi lainnya, serta bisakah
menghantarkan seseorang terhadap kebahagiaan.
Dari hasil penelitian ini penulis dapat mengambil kesimpulan; Pertama: Penyucian jiwa menurut Ibnu Qayyim bukan
hanya untuk menyucikan jiwa manusia saja tapi juga aqidahnya, karena syirik merupakan najis dan kotoran yang terberat dalam
penyuciannya, Kedua: Pendekatan dan metode Ibnu Qayyim dalam penyucian jiwa yakni dengan takhalli (pengosongan jiwa)
dari segala kotoran-kotoran dosa dan tahalli (pengisian jiwa) dengan ketaatan kepada Allah berupa amalan-amalan utama untuk
mencapai kesempurnaan jiwa dan kebahagiaan. Ketiga: kebahagiaan menurut Ibnu Qayyim adalah keinginan dan kegemaran
seseorang dalam melakukan segala hal yang bermanfaat bagi hidup dan matinya. Kemudian ia membagi kebahagiaan menjadi
tiga macam: Pertama: kebahagiaan di luar diri manusia seperti halnya kebahagiaan harta dan hidup. Kedua: kebahagiaan fisik
seperti halnya kesehatan, temperamen, dan proporsi anggota dan komposisi yang baik, dan kemurnian warna, dan kekuatan
anggotanya. Dan yang ketiga: kebahagiaan hati spiritual (nafs) seperti halnya kebahagiaan ilmu yang bermanfaat, yang mana
kebahagiaan tertinggi dan terbesarnya adalah kebahagiaan hati dalam mengetahui Allah (ma’rifatullah). Imam Ibn Qayyim
menekankan bahwa tiga kebahagiaan ini terkait satu sama lain untuk mencapai kebahagiaan sepenuhnya, yaitu “ kebahagiaan
pengetahuan tentang Tuhan (ma’rifatullah)”. Keempat: Adapun dalam pandangan Imam Ibn Qayyim hubungan penyucian jiwa
dengan kebahagiaan jiwa yang mana puncaknya adalah ma’rifatullah, sangat erat sekali hubungannya. Hal ini dikarenakan hati
ibarat cermin yang di dalamnya terdapat hukum kausalitas (sebab akibat), semakin cermin hati dibersihkan dari kotoran karat
dosa maka gambar Arsy-Nya akan semakin jelas dan nampak sehingga mengantarkan kepada ma’rifatullah. Semakin cermin
hati dibersihkan dari karat-karat dosa dengan ketaatan kepada Allah, maka ma’rifatullah akan lebih banyak. Sehingga hal ini
membutuhkan proses penyucian jiwa (tazkiyatu an-nafs) untuk mencapai hati yang bersih dari karat dosa. Hal ini dikarenakan
ma’rifatullah tidak mungkin bertempat di dalam hati yang kotor dari dosa dan syahwat karena mereka merupakan penutup dan
penghalang ma’rifatullah. Karena itu, Allah menciptakan hati yang tujuannya untuk mengenal-Nya dan menjadikannya tempat
pengetahuan-Nya (ma’rifatullah), selama hati itu bersih dari kotoran dosa dan syahwat.
Akhirnya, penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna. Karenanya, penulis mencoba
merekomendasikan peneliti lain untuk menganalisis konsep-konsep penyucian jiwa serta hubungannya terhadap kebahagiaan.
dari perspektif tasawuf. Hal ini dimaksudkan untuk memperbaiki segala kesalahpahaman terhadap kebahagiaan yang selalu
dipandang dengan materi, dan untuk menunjukan bahwa kebahagiaan hakiki adalah kebahagiaan hati dan itu tidak bisa dicapai
kecuali dengan merealisasikan penyucian jiwa terlebih dahulu.Jiwa (nafs) adalah ruh, ia esensinya adalah satu namun secara sifat ia terbagi menjadi tiga. Ia memiliki hubungan erat
dengan hati fisik, karena itu berasal dari percikan cahaya ilahi, karenanyaia adalah esensinya manusia. Ia memiliki kemampuan
untuk condong kepada kebaikan atau kejahatan. Kadang ia lembut dan keras, kadang ia senang dan sedih, kadang juga ia sabar
dan gelisah. Ia memiliki kondisi yang berbolak-balik. Oleh karena itu, jelas sekali bahwa jiwa itu diciptakan dengan kekurangan
dan tidak sempurna, tetapi ia akan menjadi sempurna dengan penyucian jiwa (tazkiyatun nafs) dan penyempurnaan akhlak
dengan ilmu serta amal. Karena itu, jika seseorang memegang kendali dirinya dan diarahkan ke jalan kebaikan, ia akan menerima
kebahagiaan jiwa, di mana kebahagiaan yang tertinggi dan terbesarnya adalah “kebahagiaan hati dalam pengetahuan tentang
Tuhan (ma’rifatullah),” akan tetapi jika ia mengikuti hawa nafsunya, ia akan kecewa dan sengsara. Dari permasalahan tersebut
penulis akan berusaha memecahkan bagaimana sebenarnya penyucian jiwa dalam pandangan Ibnu Qayyim al-Jauziyah, serta
hubungannya terhadap kebahagiaan hati.
Penelitian ini termasuk pada penelitian Tasawuf (al-Dirosah al-Sufiyah), dalam kajian kepustakan, yang bertujuan untuk
mengetahui dan memahami penyucian jiwa dan hubungannya dengan hakikat kebahagiaan menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dan
kemudian menganalisa dengan beberapa tokoh sufi. Oleh sebab itu, dalam metodenya penulis menggunakan metode deskriptif-
analisis. Metode deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan bagaimana penyucian jiwa dan kebahagiaan menurut Ibnu Qayyim
al-Jauziyyah, dan metode analisis untuk menganalisa bagaimana penyucian jiwa dan hubungannya dengan kebahagiaan menurut
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, dan apakah penyucian jiwa menurut Ibnu Qayyim sama dengan para tokoh sufi lainnya, serta bisakah
menghantarkan seseorang terhadap kebahagiaan.
Dari hasil penelitian ini penulis dapat mengambil kesimpulan; Pertama: Penyucian jiwa menurut Ibnu Qayyim bukan
hanya untuk menyucikan jiwa manusia saja tapi juga aqidahnya, karena syirik merupakan najis dan kotoran yang terberat dalam
penyuciannya, Kedua: Pendekatan dan metode Ibnu Qayyim dalam penyucian jiwa yakni dengan takhalli (pengosongan jiwa)
dari segala kotoran-kotoran dosa dan tahalli (pengisian jiwa) dengan ketaatan kepada Allah berupa amalan-amalan utama untuk
mencapai kesempurnaan jiwa dan kebahagiaan. Ketiga: kebahagiaan menurut Ibnu Qayyim adalah keinginan dan kegemaran
seseorang dalam melakukan segala hal yang bermanfaat bagi hidup dan matinya. Kemudian ia membagi kebahagiaan menjadi
tiga macam: Pertama: kebahagiaan di luar diri manusia seperti halnya kebahagiaan harta dan hidup. Kedua: kebahagiaan fisik
seperti halnya kesehatan, temperamen, dan proporsi anggota dan komposisi yang baik, dan kemurnian warna, dan kekuatan
anggotanya. Dan yang ketiga: kebahagiaan hati spiritual (nafs) seperti halnya kebahagiaan ilmu yang bermanfaat, yang mana
kebahagiaan tertinggi dan terbesarnya adalah kebahagiaan hati dalam mengetahui Allah (ma’rifatullah). Imam Ibn Qayyim
menekankan bahwa tiga kebahagiaan ini terkait satu sama lain untuk mencapai kebahagiaan sepenuhnya, yaitu “ kebahagiaan
pengetahuan tentang Tuhan (ma’rifatullah)”. Keempat: Adapun dalam pandangan Imam Ibn Qayyim hubungan penyucian jiwa
dengan kebahagiaan jiwa yang mana puncaknya adalah ma’rifatullah, sangat erat sekali hubungannya. Hal ini dikarenakan hati
ibarat cermin yang di dalamnya terdapat hukum kausalitas (sebab akibat), semakin cermin hati dibersihkan dari kotoran karat
dosa maka gambar Arsy-Nya akan semakin jelas dan nampak sehingga mengantarkan kepada ma’rifatullah. Semakin cermin
hati dibersihkan dari karat-karat dosa dengan ketaatan kepada Allah, maka ma’rifatullah akan lebih banyak. Sehingga hal ini
membutuhkan proses penyucian jiwa (tazkiyatu an-nafs) untuk mencapai hati yang bersih dari karat dosa. Hal ini dikarenakan
ma’rifatullah tidak mungkin bertempat di dalam hati yang kotor dari dosa dan syahwat karena mereka merupakan penutup dan
penghalang ma’rifatullah. Karena itu, Allah menciptakan hati yang tujuannya untuk mengenal-Nya dan menjadikannya tempat
pengetahuan-Nya (ma’rifatullah), selama hati itu bersih dari kotoran dosa dan syahwat.
Akhirnya, penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna. Karenanya, penulis mencoba
merekomendasikan peneliti lain untuk menganalisis konsep-konsep penyucian jiwa serta hubungannya terhadap kebahagiaan.
dari perspektif tasawuf. Hal ini dimaksudkan untuk memperbaiki segala kesalahpahaman terhadap kebahagiaan yang selalu
dipandang dengan materi, dan untuk menunjukan bahwa kebahagiaan hakiki adalah kebahagiaan hati dan itu tidak bisa dicapai
kecuali dengan merealisasikan penyucian jiwa terlebih dahulu
Publication Details
InstitutionUniversitas Darussalam Gontor
DepartmentFakultas Pascasarjana
SubjectsB Philosophy. Psychology. Religion > BL Religion
B Philosophy. Psychology. Religion > BP Islam. Bahaism. Theosophy, etc
B Philosophy. Psychology. Religion > BP Islam. Bahaism. Theosophy, etc
Item ID859
Deposited07 Nov 2020 22:35